Kejayaan Islam di masa lalu dipengaruhi oleh kontribusi para ilmuan muslim yang sangat piawai dalam menyumbangkan kontribusinya terhadap berbagai bidang keilmuan. Kehebatan mereka dalam mengembangkan ilmu tak lagi diragukan, bahkan telah diakui oleh banyak cendekiawan barat, salah satunya pada bidang ilmu optika. Bidang keilmuan ini berperan penting karena menghasilkan hal-hal yang erat kaitannya dengan kehidupan manusia modern sehari-hari, seperti kamera fotografi, fiber optik, hingga kacamata yang mungkin sedang Anda pakai untuk membaca artikel ini.
Jika berbicara mengenai optika, tahukah Anda bahwa ilmu ini dikembangkan oleh seorang polymath muslim yang sangat mahsyur pada masanya? Tak lain dan tak bukan; Abu Ali al-Hasan ibnu al-Hasan ibnu al-Haytham atau dikenal dengan nama Ibnu al-Haitham – di barat ia dipanggil Alhazen.
Mengenal lebih dekat seorang Ibnu al-Haitham
Ia merupakan satu dari sekian banyak ilmuan cemerlang pada masa keemasan Islam serta figur yang berjasa besar dalam perkembangan sains, terutama bidang optika. Maka tak heran jika Ibnu al-Haitham dijuluki sebagai Bapak Optika Dunia. Dengan kecerdasan luar biasa dan kontribusinya terhadap kajian cahaya, ia berhasil menulis sebuah karya, yakni Kitab al-Manazir yang kini diakui sebagai sumber rujukan ilmu optika modern.
Pada tahun 965 M, ia dilahirkan di Basra (Iraq) dan dibesarkan di pusat ilmu pengetahuan Abbasiyah, yakni Bashrah dan Baghdad. Sejak kecil, ia telah menunjukkan kecerdasan dalam berbagai bidang ilmu; sains, matematika, pengobatan, falak, hingga filsafat. Bahkan selama perjalanannya, ia pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan sebelum akhirnya berhenti untuk kembali mengembangkan minatnya sebagai seorang cendekiawan muslim.
Berkat kecerdasannya kala itu, Ibnu al-Haitham mulai dikenal oleh masyarakat luas hingga ia pun diundang ke Mesir oleh Khalifah al-Hakim dari Dinasti Fathimiyah untuk menerapkan ilmunya pada proyek pembangunan di Sungai Nil dalam mengatasi permasalahan banjir yang acap kali melanda. Namun sayang, proyek ini tidak berakhir dengan baik karena keterbatasan sumber daya yang mendukung. Ibnu al-Haitham lantas berpura-pura gila untuk melindungi diri dari amarah Sang Khalifah akibat kegagalannya dalam mewujudkan harapan pemerintah. Hal ini membuat ia lantas menjadi seorang tahanan.
Walau fisiknya terpenjara, pikirannya terus berkelana. Masa keemasan Ibnu al-Haitham justru datang saat ia dipenjara. Selama menjadi tahanan, Ibnu al-Haitham menghasilkan sebuah inovasi penting; yakni temuan Albeit Almuzlim atau metode kamar gelap yang menjadi peletakkan dasar ilmu optika modern. Beberapa tahun berlalu, ia dibebaskan dan kembali mengabdi pada perkembangan dunia kajian dan penelitian akademik. Ibnu al-Haitham pun aktif mengajar di Universitas Al-Azhar dan kemudian ia melanjutkan perjalanannya ke Andalusia untuk semakin memperdalam ilmu optika.
Karya dan pemikiran Sang Bapak Optika
Dalam tulisannya yang tersohor, ia mampu menjelaskan bagaimana cara kerja penglihatan mata manusia dalam menangkap sebuah citra (objek visual). Ia memang sangat dipengaruhi oleh pemikiran yang dikembangkan oleh Aristoteles, namun analisis kritis terhadap karya-karya pemikir lain, seperti Ptolemy dan Euclid, tak luput dari perhatiannya.
Pendapat Ibnu al-Haitham sangat revolusioner, seperti penemuannya mengenai mekanisme penglihatan manusia. Ia menyatakan bahwa mata tidaklah memberikan cahaya, tetapi justru benda sebagai objek yang memantulkan cahaya menuju mata sehingga terjadi sebuah proses penglihatan. Pemikiran ini sangat kontras dengan teori pemikir lain yang berpendapat bahwa manusia dapat melihat sebuah citra karena terdapat pancaran cahaya dari mata.
Lewat berbagai macam eksperimen, Ibnu al-Haitham berhasil menemukan teori pembiasan cahaya. Dalam bukunya, ia turut menjelaskan mengenai cahaya-cahaya yang muncul ketika matahari terbenam, teori kemunculan bayangan, gerhana, bahkan pelangi. Pemikiran dan ratusan karya Ibnu al-Haitham hingga sekarang masih memberikan pengaruh serta relevansi yang signifikan dalam kajian perkembangan ilmu optika modern. Bahkan Kitab al-Manazir telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan menjadi sumber referensi utama banyak ilmuan setelahnya.
Selain itu, ia sendiri pun telah banyak memberikan inspirasi bagi ahli-ahli sains barat seperti Roger Bacon, Johannes Kepler, bahkan Zacharias Janssen yang berjasa dalam perkembangan berbagai alat optik, yakni teleskop dan mikroskop. Demi mengenang Ibnu al-Haitham, organisasi PBB mengalirkan apresiasi tinggi kepadanya karena ia memberikan kontribusi tak ternilai terhadap berbagai peradaban manusia dalam dunia ilmu pengetahuan, khususnya di bidang optika.
Cukup disayangkan jika kita sebagai umat muslim masih belum mengenal sosok cendekiawan yang satu ini. Kita patut berterima kasih kepada Ibnu al-Haitham. Berkat temuan dan karya berharganya, kita semua dapat menggunakan berbagai alat optik yang memudahkan kehidupan sehari-hari.
https://mathshistory.st-andrews.ac.uk/Biographies/Al-Haytham/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6074172/
https://www.britannica.com/biography/Ibn-al-Haytham
https://www.mamankh.com/ibnu-al-haytham-bapak-optik-modern-yang-multi-keahlian/
https://www.republika.co.id/berita/pqydpy313/mengenal-ibnu-haitham-sosok-penemu-ilmu-optik
https://tirto.id/biografi-ibnu-haitham-kisah-bapak-ilmu-optik-penemu-apa-grG5
https://isnet.or.id/mengenal-ibnu-haytham-bapak-optika-modern/
https://www.biografiku.com/biografi-ibnu-al-haitham/https://digilib.uinsa.ac.id/2394/5/Bab%203.pdf