Muhammad Al Qasim, Sang Jenderal Perang Muda

No Comments

Muhammad bin Qasim bin Muhammad bin Hakam bin Abu Ugail bin Mas’ud bin Amir bin Mu’tab Ats-Tsaqafi lahir di Thaif pada tahun 72 H. Dikenal dengan nama Muhammad Al Qasim. Kakeknya bernama Muhammad bin al-Hakam adalah pembesar Bani Isaqif.

Pada tahun 75 H, Khalifah Abdul Malik bin Marwan mengangkat Al- Hajaj bin Yusuf ats-Tsagafi menjadi gubernur Iraq. Ia pun mengangkat pamannya, Al-Qashim, ayah dari Muhammad Al Qashim, menjadi wali di wilayah Bashrah. Muhammad Al Qasim saat itu baru berusia tiga tahun, ia ikut pindah bersama ayahnya dari Thaif menuju Bashrah di lraq.

Al-Hajjaj menaruh  perhatian yang sangat besar dalam urusan kekuatan militer dan ekspansi. Ia menilai Muhammad Al Qashim memiliki kelebihan di bidang keilmuan. Ia pun mempengaruhi pemuda itu untuk tumbuh dalam lingkungan militer. Ia melatih Al Qasim menunggang kuda sejak kecil, dan turut serta dalam latihan-latihan bela diri dan peperangan, sampai akhirnya ia menjadi seorang panglima perang umat Islam.

Perjalanan Perang Membebaskan India

Saat itu, Muhammad Al Qasim belum genap berusia delapan belas tahun. Ia sudah mendapatkan amanah untuk membebaskan Semenanjung India. Walau usianya masih terbilang muda, Muhammada Al Qasim memiliki kecerdasan yang tinggi dalam strategi pembebasan India. Ia mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk meminta Al Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi agar dibekali enam ribu pasukan dengan logistik yang lengkap. Ia juga meminta pasukan darat dan laut untuk mendukung serangannya agar bisa dilakukan dari dua arah sekaligus.

Tak hanya itu, perjalanan menaklukkan Semenanjung India diteruskan hingga wilayah Sind bisa bebas secara menyeluruh. Tak menunggu lama, Al Hajjaj menyetujui permintaan Muhammad Al Qasim. Akhirnya pasukan itu mulai bergerak, dan perjalanan panjang pun dimulai bertepatan dengan hari Jumat. Pasukan Al Qasim tiba di kota Dubail dan bersiap melakukan pengepungan.

Pasukan perang Al Qasim membawa persenjataan yang sangat lengkap, termasuk Manjaniq raksasa yang diberi nama Al ‘Arus. Manjaniq raksasa ini membutuhkan sedikitnya lima ratus orang untuk mengoperasikannya. Muhammad Al Qasim dan pasukannya melancarkan serangan bertubi-tubi hingga membuat kaum hindu kalang kabut. Strategi perang yang dilancarkan Muhammad Al Qasim berhasil menguasai kondisi psikologis dan pikiran musuhnya. 

Sang jenderal muda memerintahkan pasukannya mengarahkan manjaniq ke sebuah pure besar. Ia mengincar tiang besar berbendera merah yang berdiri di pure tersebut. Bendera itu sangat diagungkan oleh kaum hindu. Ketika kaum hindu melihat tiang tersebut hancur, maka hanncur pulalah semangat mereka. Setelah melalui peperangan yang hebat, kota Dubail berhasil dibebaskan.

Untuk makin mengokohkan kekuatan Islam di kota Dubail, Muhammad Al Qasim mendatangkan empat ribu orang untuk membangun masjid. Ia juga memiliki tujuan mulia, yaitu menyebarkan agama Islam di kota ini.

Sesuai dengan rencana awalnya, Al Qasim mulai melanjutkan perjalanan ke kota Sind. Dalam perjalanannya, ia melalui banyak kota, dan pasukan Al Qasim berhasil membebaskan kota-kota tersebut. Tak hanya itu, di setiap kota ia membangun sebuah masjid dan menyebarkan syiar agama Islam.

Kehebatan Muhammad Al Qasim dalam strategi perang sudah tidak diragukan lagi. Pemuda hebat sepertinya lahir dari sebuah sistem yang hebat pula.

Akhir Perjalanan Muhammad Al Qasim

Setelah perjalanan panjang menaklukkan berbagai kota di India, sampailah Al Qasim di wilayah Kairaj dan Audhayir. Di sini, ia mendapat panggilan khusu dari khalifah baru, Sulaiman bin Abdul Malik. Perintah itu berisi pemberitahuan bahwa Muhammad Al Qasim diturunkan dari jabatannya sebagai jenderal. Hal ini terjadi karena adanya fitnah dan skandal politik serta kesalah pahaman antara Al Hajjaj dengan Sulaiman bin Abdul Malik.

Layaknya seorang penjahat, Al Qasim dibelenggu kedua tangannya dan digelandang keluar dari Iraq. Muhammad Al Qasim dimasukkan dalam penjara bawah tanah dan disiksa. Walau mendapat jaminan dari beberapa keluarga Bani Ugail, tetapi penyiksaan atas Al Qasim terus dilakukan hingga sang jenderal gugur.

Kesedihan melanda seluruh lapisan rakyat Sindh. Untuk mengenang jasa Muhammad Al Qasim, mereka membangun monument Muhammas Al Qasim di kota Karyi. Sepeninggal Al Qasim, penaklukan di daerah Sindh tertunda. Bahkan, sebagian pemuka hindu budha di Sindh yang dulu meminta suaka ke Kashmir dan daerah lainnya berusaha kembali ke daerah asalnya. Sebagian dari mereka berhasil mengembalikan dan menjalankan kekuasaannya, karena kondisi politik yang tidak stabil. Muhammad Al Qasim, sang jenderal muda harus rela menyerahkan nyawa, meninggal di usia dua puluh empat tahun. Ia yakin, seluruh hidupnya digunakan untuk mengabdi pada pemerintah Khalifah Umawiyah dan agama Allah.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

Menu