Sepeninggal Abu Thalib dan Siti Khadijah, puncak dari sikap permusuhan kaum Quraisy semakin keras. Dalam kondisi ini timbul keinginan dari Nabi Muhammad Saw untuk berlindung ke Thaif negeri yang terkenal berhawa sejuk dan keramahan penduduknya terhadap tamu yang datang. Dengan harapan masyarakat Thaif berkenan mendengar dakwah Islam. Perjalanan ke Thaif ini sebenarnya tidaklah mudah, mengingat sulitnya medan yang dilalui disebabkan gunung-gunung yang tinggi yang mengelilinginya. Akhirnya, Beliau sampai di Thaif bersama Zaid bin Tsabit. Akan tetapi, setiap kesulitan itu menjadi mudah bila berada di jalan Allah. Selama sepuluh hari tinggal di Thaif Nabi menyampaikan seruan tauhid meskipun ada yang mau menerima dakwah Islam. Akan tetapi, penduduk Thaif justru banyak yang menolak beliau dengan penolakan yang lebih buruk.
Mereka menyuruh anak-anak kecil untuk melempari beliau dengan batu sehingga kedua tumit beliau berdarah. Akhirnya, beliau kembali melalui jalan semula menuju Mekkah dalam keadaan sedih dan susah. Lalu Jibril bersama malaikat gunung menghampirinya. Jibril memanggil beliau dan berkata: “Sesungguhnya Allah telah mengutus kepadamu malaikat gunung untuk kamu suruh sesuai keinginanmu”. Setelah itu malaikat gunung berkata: “Hai Muhammad, jika kamu mau, aku akan meruntuhkan kedua benda keras ini (maksudnya, dua gunung yang mengelilingi Mekkah) di atas mereka”. Nabi menjawab: “Justru saya mengharap agar Allah mengeluarkan dari keturunan mereka, orang yang mau menyembah Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu bagi-Nya”.
Di antara beberapa debat yang dilancarkan kaum musyrikin terhadap Rasulullah adalah mereka menuntut beberapa mukjizat tertentu darinya dengan tujuan menundukkan beliau, dan hal ini terjadi berulang kali. Pernah suatu kali, mereka meminta agar beliau dapat membelah bulan menjadi dua, lalu beliau memohon kepada Allah, untuk kemudian memperlihatkan kepada mereka. Kaum Quraisy menyaksikan mukjizat ini untuk waktu yang lama, tapi mereka tetap saja tidak beriman. Bahkan, mereka mengatakan: “Muhammad telah bermain sihir di hadapan kami”. Lalu seseorang berkata: “Kalaupun toh Muhammad mampu menyihir kalian, namun ia tidak akan mampu menyihir semua orang. Oleh karena itu, mari kita tunggu orang-orang yang sedang bepergian”. Tak lama kemudian, orang orang yang sedang bepergian itu datang dan kaum Quraisy menanyai mereka. Lalu mereka pun menjawab: “Benar kami telah melihatnya”. Namun demikian kaum Quraisy tetap saja pada kekafiran mereka. Peristiwa terbelahnya bulan ini, seakan-akan sebagai pembuka bagi sesuatu yang lebih besar darinya, yaitu peristiwa Isra’ Mi’raj.