Bagaimana Batasan Bertoleransi Dalam Islam?

No Comments

Toleransi memiliki arti sebagai sebuah penghormatan, penerimaan, penghargaan atas keragaman budaya, dan bentuk ekspresi. Dalam bahasa Arab ini disebut tasamuh. Akan tetapi intoleransi telah menjadi budaya saat ini. Hal ini menyebabkan adanya kematian, kekerasan, penganiayaan agama serta konfrontasi di masyarakat. Kadang-kadang ini terjadi karena masalah rasial dan etnis, politik dan sosial, dan juga tentang agama dan ideologis. Apa pun alasannya, intoleransi menjadi sumber masalah di setiap situasi. Sekarang pertanyaannya ialah, bagaimana cara mengatasi masalah intoleransi?

Dalam Islam, toleransi merupakan prinsip dasar. Ini adalah sebuah kewajiban agama dan juga moral. Bukan berarti kita tidak memiliki prinsip, atau tidak memiliki keseriusan tentang prinsip seseorang. Kita sebagai manusia dianjurkan untuk toleran terhadap hal-hal yang mungkin tidak sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan kita. Toleransi, menurut Islam, tidak berarti bahwa kita tidak percaya bahwa Islam adalah iman ilahi dan lebih unggul dari agama lain. 

Ini berarti bahwa seseorang pada dasarnya bebas untuk menganut keyakinannya sendiri dan menerima bahwa orang lain menganut keyakinan mereka, menerima kenyataan bahwa manusia secara alami beragam dalam penampilan, situasi, ucapan, perilaku dan hak untuk hidup dalam damai dan menjadi apa adanya. Ini juga berarti bahwa pandangan seseorang tidak boleh dipaksakan pada orang lain.

Al-Qur’an membahas tentang derajat manusia tanpa memandang ras, warna kulit, bahasa atau etnis mereka. Syariah mengakui hak untuk hidup, properti, kehormatan keluarga dan hati nurani semua orang. Sejak awal, kebebasan beragama telah dijamin oleh Islam. Ini melarang pemaksaan dalam hal iman dan keyakinan. Walaupun demikian, Islam juga memiliki batasan-batasan dalam sikap bertoleransi. 

Batasan dalam beribadah

Dahulu para kaum Quraisy meminta dan mengajak Rasulullah SAW untuk saling bertukar ibadah. Maksud dari bertukar ibadah yaitu kaum kafir Quraisy akan mengikuti cara beribadah umat muslim, dan besoknya umat muslim mengikuti ibadah kaum kafir. Ajakan ini tentu langsung ditolak oleh Rasulullah dengan tegas melalui ayat dalam Al-qur’an surat Al-Kafirun ayat 6 berbunyi: “Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku.”

Kalimat tauhid mengisyaratkan bahwa tiada tuhan selain Allah SWT. Al-qur’an mengakui adanya keberagaman agama, namun mengikuti cara ibadah mereka berarti meyakini apa yang mereka yakini dan ini dilaeang oleh Allah SWT.

Batasan dalam masyarakat

Selain dalam beribadah, Islam juga memiliki batasan dalam urusan bermasyarakat. Dalam Qur’an surat Mutmahanah ayat 8 berbunyi: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Dari ayat ini kita dapat melihat bahwa dalam Islam kita boleh saling berinteraksi dengan non-muslim, akan tetapi saat melakukannya, ini tidak boleh mengancam harga diri sebagai umat muslim.

Batasan dalam fikih

Dalam ajaran Islam, kita memiliki beberapa mazhab yang diyakini, di antaranya ialah hanafi, maliki, syafi’i, serta hambali. Setiap mazhab memiliki nilai-nilai dan juga tata cara yang berbeda. Namun kita perlu menghormati mazhab yang diyakini tanpa harus saling memaki, karena ini adalah wujud dari adanya toleransi dalam fikih. Dalam surat Al-Baqarah ayat 139 berbunyi: “Bagi kami amalan kami, dan bagi kalian amalan kalian.” 

Jadi toleransi adalah kebutuhan di antara manusia di dunia. Kita harus saling menghormati tanpa memandang kasta, kepercayaan, jenis kelamin, kebangsaan dan etnis. Toleransi adalah simpul tali persaudaraan yang mengikat keluarga, masyarakat dan menjaga keutuhan suatu bangsa.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Fill out this field
Fill out this field
Please enter a valid email address.
You need to agree with the terms to proceed

Menu